Dinsdag 24 Desember 2013

PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN

PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN

 1. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme 

A. Pengertian 
   Dilihat dari arti kata “construct” yaitu membentuk, artinya pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami (Woolfolk 2005). Dengan kata lain, seseorang akan memiliki pengetahuan apabila terlibat aktif dalam proses belajar. Konstruktivisme adalah pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pada pendekatan konstruktivisme siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi yang ada , memahami dan menerapkannya, siswa juga harus mampu memecahkan masalah, menemukan, dan mengeluarkan ide-ide yang ia miliki. Pendekatan konstruktivisme merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa aktif secara manual, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Ada juga beberapa ahli yang berpendapat mengenai pengertian konstruktivisme, seperti: a. McBrien & Bradt,1997 Satu pendekatan pengajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar dan membina pengetahuan sendiri bukan hanya menerima pengetahuan daripada orang lain. b. Briner ,M , 1999 Murid membina pengetahuan dengan menguji idea berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sedia ada , mengaplikasikan kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperolehi dengan binaan intelektual yang sedia ada wujud. c. Brooks & Brooks ,1993 Murid membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru kepada apa yang telah mereka fahami sebelum ini. Mereka membentuk peraturan melalui refleksi tentang interaksi mereka dengan objek dan idea.Hasil penemuan tersebut akan disesuaikan dengan peraturan yang telah dibina agar mereka dapat menerangkan maklumat baru ini dengan lebih baik. d. Sushkin,N.,1999 Penekanan lebih diberikan kepada murid bukan guru. Murid yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kefahaman melalui bahan dan peristiwa tersebut . Murid membina sendiri konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah. Autonomi dan inisiatif murid hendaklah diterima dan digalakkan. Konstruktivisme adalah tidak lebih daripada satu komitmen terhadap pandangan bahawa manusia membina pengetahuan sendiri . Sesuatu pengetahuan yang dipunyai oleh individu adalah hasil daripada aktiviti yang dilakukannya bukan maklumat atau pengajaran yang diterima secara pasif daripada luar. Pengetahuan tidak boleh dipindahkan daripada pemikiran seeorang kepada seseorang yang lain. Setiap insan membentuk pengetahuan sendiri dengan menggunakan pengalamannya secara terpilih. e. Nurhadi (2003: 33) Pendekatan kontruktivisme adalah suatu pendekatan yang mana siswa harus mampu menemukan dan mentransformasikan suatu informasi komplek kesituasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam pembelajaran dan siswa menjadi pusat kegiatan. f. Kunandar (2006: 31) Pendekatan konstruktivisme adalah landasan berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. g. Muhammad (2004: 2) Menurut Muhammad ”pandangan belajar teori konstruktivisme adalah guru tidak hanya semata-semata memberikan pengetahuan kepada siswa, tapi siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri”. Guru harus membantu dengan cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa untuk menerapkan sendiri ide-ide dan menggunakan sendiri pendekatan mereka untuk belajar. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme merupakan suatu pemahaman mengenai murid yang membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah ada. Dalam proses ini, murid akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan telah ada untuk membina pengetahuan yang baru. B. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Pada Pembelajaran Dengan pendekatan konstruktivisme ini yang sangat penting kita ketahui adalah bahwa dalam proses belajar siswa yang mendapatkan tekanan, siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan guru maupun orang lain. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman dari pengalaman dapat ditemukan pengetahuan baru serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Langkah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, menurut Nurhadi (2003:39) bahwa penerapan konstruktivisme muncul dengan lima langkah pembelajaran yaitu sebagai berikut: “1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada 2) Pemerolehan pengetahuan baru 3) Pemahaman pengetahuan 4) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh 5) Melakukan refleksi”. Berikut ini akan dijabarkan lima langkah pembelajaran menurut Nurhadi (2003:40) yaitu: 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. Pengetahuan awal yang sudah dimiliki peserta didik akan menjadi dasar awal untuk mempelajari informasi baru. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara pemberian pertanyaan terhadap materi yang akan dibahas 2) Pemerolehan pengetahuan baru. Pemerolehan pengetahuan perlu dilakukan secara keseluruhan tidak dalam paket yang terpisah-pisah 3) Pemahaman pengetahuan. Siswa perlu menyelidiki dan menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru siswa 4) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus stuktur pengetahuannya dengan cara memecahkan masalah yang di temui 5) Melakukan refleksi. Pengetahuan harus sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas, maka pengetahuan itu harus dikontekstualkan dan hal ini memerlukan refleksi. Sedangkan menurut Kunandar (2007:307) langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme antara lain: 1) Carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun pelajaran dan keseluruhan unit pembelajarn 2) Biarkan siswa mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu 3) Kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa sebagai hasil dalam proses belajar 4) Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan proses pembelajaran 5) Kembangkan penggunakan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk bahan tertulis maupunbahan-bahan para pakar 6) Usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa 7) Carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya 8) Buatlah agar siswa tertantang dengan konsepi dan gagasan-gagasan mereka sendiri 9) Sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis menghormati gagasan siswa 10) Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata untuk mendukung gagasannya sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya 11) Gunakanlah masalah yang diidentifikasikan oleh siswa sesuai dengan minantya dan dampak yang akan ditimbulkannya 12) Gunakan sumber-sumber lokal sebagai sumber informasi asli yang digunakan dalam pemecahan masalah 13) Libatkan siswa dalam mencari pemecahan masalah yang ada dalan kenyataan 14) Perluas belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan sekolah 15) Pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa 16) Tekankan kesadaran karir terutama yang berhubungan dengan sains dan teknologi. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan Langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme yang cocok digunakan dan dilaksnakan pada pembelajara IPS yaitu: Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh dan, melakukan refleksi. Maka siswa merasakan arti pentingnya pembelajaran IPS dan menerapkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Sehingga pengetahuan yang baru mereka peroleh dapat mereka terapkan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari. C. Alasan Penting Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Alasan penting mengapa lebih menggunakan pendekatan kostruktivisme dalam proses pembelajaran ialah: 1) Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa akan aktif dalam pembelajaran 2) Menjadikan proses pembelajaran tersebut menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa 3) Siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya 4) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan sehingga siswa tidak cepat bosan belajar 5) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada penilaiannya 6) Memupuk kerjasama dalam kelompok. 

2. Pendekatan Kooperatif Learning

A. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran cooperative
      Sunal and Hans(dalam Basrowi, 2002:182) menyatakan bahwa model cooperative learning adalah suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama berlangsungnya proses pembelajaran. Menurut Zaini model pembelajaran adalah “pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar.” Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan, serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari subject centered ke learner centered atau terkonstruksinya pengetahuan siswa. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Holubec dalam Nurhadi mengemukakan belajar kooperatif “merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh.” Sementara itu, Bruner dalam Siberman menjelaskan bahwa belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespons manusia lain dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran yang lain. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta berkembangnya keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif adalah khas di antara model-model pembelajaran karena menggunakan suatu struktur tugas dan penghargaan yang berbeda untuk meningkatkan pembelajaran siswa. Struktur tugas memaksa siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil. Sistem penghargaan mengakui usaha bersama, sama baiknya seperti usaha individual. Model pembelajaran kooperatif berkembang dari kebiasaan pendidikan yang menekankan pada pemikiran demokratis dan latihan atau praktek, pembelajaran aktif, lingkungan pembelajaran yang kooperatif dan menghormati adanya perbedaan budaya masyarakat yang bermacam-macam. Model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kerja kelompok kecil, berlawanan dengan pembelajaran klasikal (satu kelas penuh), dan terdiri 6 (enam) tahapan pokok: menentukan tujuan dan pengaturan, memberi informasi kepada siswa melalui presentasi atau teks, menyusun siswa dalam kelompok belajar, menentukan kelompok dan membantu kelompok belajar, menguji atau melakukan tes untuk mengetahui keberhasilan dari tugas-tugas kelompok, penghargaan baik terhadap prestasi individu maupun kelompok. Diperlukan lingkungan pembelajaran yang kooperatif dari pada kompetitif dalam hal tugas-tugas dan penghargaan. Dasar-dasar teoretis dan empiris mendukung penggunaan model pembelajaran kooperatif untuk tujuan pendidikan berikut: mendapatkan tingkah laku kooperatif, hasil kerja teoreitis dan memperbaiki hubungan-hubungan yang tidak harmonis. Satu cara baik dari pengajaran adalah salah satu faktor untuk banyak mutu dari proses belajar. Untuk menyadari ini, model belajar kerjasama dipertimbangkan salah satu cara efektif di proses belajar. Apa bekerja-sama belajar? Belajar kerjasama adalah satu model belajar fokus itu pada group. Pelajar, dengan karakteristik berbeda, kemampuan, dan latar-belakangi, dibagi ke dalam group. Belajar seperti itu memodelkan memberikan prioritas ke bantuan kerjasama di antara golongkan dalam pemecahan masalah dan di penerapan pengetahuan agar menjangkau obyektif belajar. Beberapa jenis belajar kerjasama adalah Jigsaw (Gergaji Ukir), NHT, STAD, TAI, Think-Pair-Share (Memikirkan Andil Pasangan), Picture and picture ( Gambar dan Gambar), Problem Solving ( Pemecahan masalah), Problem posing (Bersikap masalah), TGT, CIRC, dan Cooperatif scrip (Skrip Kerjasama). Pembelajaran Cooperative disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dalam pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.jadi dalam pembelajaran cooperative siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa maupun sebagai guru. Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar terdapat efek (pengaruh) di luar pembelajaran akademik, khususnya peningkatan penerimaan antarkelompok serta keterampilan sosial dan keterampilan kelompok. 
   Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa Pembelajaran kooperatif bertujuan dalam bidang: • Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. • Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang. • Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok. Struktur tujuan cooperative terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan siswa menurut Slavin (Trianto, 2007:44).

 B. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Kooperatif
    Dalam Pembelajaran Secara umum langkah-langkah penerapan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran adalah: Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Tingkah Laku Guru: Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase-2 Menyajikan informasi Tingkah Laku Guru: Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan. Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Tingkah Laku Guru: Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Tingkah Laku Guru: Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase-5 Evaluasi Tingkah Laku Guru: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6 Memberikan penghargaan Tingkah Laku Guru: Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Selain itu ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif dan teknik aplikasinya menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw. Pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Dengan langkah aplikasinya sebagai berikut: a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli dan setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal. b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. d. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. f. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together). Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan tipe NHT: a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual. h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan untuk mendukung dan memotivasi siswa mempelajari materi secara berkelompok. Tipe STAD dikembangkan oleh Slavin (1995) dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajaran kooperatif tipe STAD, melalui lima tahapan, lebih jelasnya tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran tersebut adalah: a. Tahapan penyajian materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tetang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Lamanya penyajian materi bergantung dengan kekomplekan materi yang akan di bahas. Dalam pengembangan materi pembelajaran perlu ditekankan hal-hal sebagai berikut (a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang dipelajari siswa dalam kelompok, (b) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna, dan bukan hapalan, (c) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa, (d) memberikan penjelasan mengapa jawaban itu benar atau salah. b. Tahap kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang harus dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok. c. Tahap tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah dibahas. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok dan tes dilaksanakan secara tertulis melalui tatap muka di kelas. d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu, dihitung berdasarkan pada skor tes awal. Berdasarkan skor tes awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Penghitungan perkembangan skor individu dimaksud agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuanya. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD: a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal. c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender. d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi. e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual. g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction). Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut: a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. f. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 5. Model Pembelajaran Kooperatif: Think-Pair-Share. Dikemukakan oleh Frank Lyman (1985). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Langkah-langkah pelaksanaan antara lain: a. Guru menyampaikan inti materi atau komptensi yang ingin dicapai. b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru. c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e. Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkap siswa. f. Guru memberikan kesimpulan. g. Penutup. 6. Model Pembelajaran Kooperatif : Picture and Picture. Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Langkah-langkah pelaksanaannya: a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Menyajikan materi sebagai pengantar. c. Guru menunjukkan atau memperlihatkan gamabar-gambar kegiatan yang berkaitan dengan materi. d. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar menjadi urutan yang logis. e. Guru menanyakan alasan/ dasar pemikiran urutan gambar tersebut. f. Dari alasan/ urutan gambar tersebut guru mulai menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. g. Kesimpulan. 7. Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Posing. Tipe pembelajaran kooperatif problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan siswa, dan dalam proses pembelajarannya difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa serta dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Proses berpikir demikian dilakukan siswa dengan cara mengingatkan skemata yang dimilikinya dengan mempergunakannya dalam merumuskan pertanyaan. Dengan pendekatan problem posing siswa dapat pengalaman langsung dalam membentuk pertanyaan sendiri. 8. Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Solving. Problem solving (pembelajaran berbasis masalah) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggiring siswa untuk dapat menyelesaikan masalah (problem). Masalah dapat diperoleh dari guru atau dari siswa. Dalam proses pembelajarannya siswa dilatih untuk kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah serta difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa. 9. Model Pembelajaran Kooperatif : Team Games Tournament (TGT). Pada pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta didik yang masing-masing anggotanya melakukan turnamen pada kelompoknya masing-masing. Pemenang turnamen adalah peserta didik yang paling banyak menjawab soal dengan benar dalam waktu yang paling cepat. 10. Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Tipe CIRC dalam model pembelajaran kooperatif merupakan tipe pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya bertujuan membangun kemampuan peserta didik untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya. 11. Model Pembelajaran Kooperatif : Learning Cycle (Daur Belajar). Learning Cycle merupakan tipe pembelajaran yang memiliki lima tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap pendahuluan (engage), (2) tahap eksplorasi (exploration), (3) tahap penjelasan (explanation), (4) tahap penerapan konsep (elaboration), dan (5) tahap evaluasi (evaluation). 12. Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Script (CS). Model pemebelajaran ini dikemukakan oleh Dansereau dkk (1985). Dalam tipe pembelajaran Cooperative Script siswa berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah pelaksanaan: a. Guru membagi siswa berpasangan. b. Guru membagi wacana atau materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. 13. Model pembelajaran kooperatif make a match (mencari pasangan). Dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut: a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah). e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama. f. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. g. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. h. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. 14. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Dikembangkan oleh Sharan (1992), dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok. c. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi atau tugas yang berbeda dari kelompok lain. d. Masing-masing kelompok membahas materi yang ada secara kooperatif yang bersifat penemuan. e. Setelah selesai diskusi juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok. f. Guru memebrikan penjelasan singkat sekaligus memberikan kesimpulan. g. Evaluasi. h. Penutup. 15. Model pembelajaran kooperatif PBL (Problem Base Learning). PBL (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata. Sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. 16. Model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray ( dua tinggal-dua tamu). Model ini diajukan oleh Spencer Kagan (1992), dimana dalam model ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lainnya. Langkah-langkah pelaksanaan: a. Siswa bekerjasama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang. b. Setelah selesai maka dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu kelompok yang lain. c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu. d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka dan kelompok lainnya. e. Kelompok mencocokkan dan membahasa hasil kerja mereka. 17. Model pembelajaran kooperatif inside Outside Circle (IOC). Dikemukakan oleh spencer Kagan, dimana pada pembelajaran ini siswa saling membagi informasi pada saat bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Adapaun langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut: a. Separuh kelas berdiri dan membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar. b. Separuh yang lain membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama dan menghadap kedalam. c. Dua siswa berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbaga informasi, pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan. d. Kemudian siswa yang berada pada lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada pada lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam. e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagi informasi dan seterusnya. 18. Model pembelajaran kooperatif Snowball throwing. Adapun langkah-langkah pelaksanaan Snowball throwing adalah sebagai berikut: a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menyampaikan materi yang diajarkan guru kepada temannya. d. Kenudin masing-msiang siswa diberi satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi dan sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e. Kemudin kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa kepada siswa lain selama ± 15 menit. f. Setelah siswa mendapat satu bola/ satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. g. Evaluasi. h. Penutup. C. Alasan Penting Menggunakan Pendekatan Kooperatif Dalam Proses Pembelajaran Alasan penting mengapa lebih menggunakan pendekatan kooperatif dalam proses pembelajaran karena didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut: 1. Siswa berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing memiliki latar belakang, pengalaman, gaya belajar (learning style), prestasi, dan keinginan/kehendak yang khas. Guru tidak boleh menganggap kelas sebagai kumpulan siswa yang seragam. Namun di lain pihak, guru juga tidak mungkin memperhatikan kekhasan siswa satu demi satu. 2. Belajar membutuhkan bermacam-macam konteks. Dengan bekerja bersama, tiap-tiap anggota kelompok memberi sumbangan sesuai dengan konteks yang dikenalnya masing-masing. 3. Belajar bukan hanya terjadi dalam diri seseorang secara individual tetapi lebih-lebih merupakan proses sosial antara individu dengan orang-orang lain. 4. Hubungan saling-bergantung secara sosial (social interdependence) di antara orang-orang yang berinteraksi mempengaruhi hasil interaksi di antara mereka. 5. Sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills), kecakapan interpersonal siswa perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran. Kerja bersama dalam kelompok kecil melatih kecakapan interpersonal dan sekaligus menjadi sarana pencapaian hasil belajar. 3. Pendekatan Quantum Teaching Learning A. Pengertian dan Asas Utama Quantum Teaching Quantum teaching berasal dari kata quantum yang berarti interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya. Sedangkan quantum teaching itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu orkestrasi bermacam – macam interaksi yang ada didalam dan sekitar momen belajar. Interaksi – interaksi ini mencakup unsure – unsure untuk belajar efektif yang mempengaaruhi kesuksesan siswa. Interaksi – interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Sehingga quantum teaching mencakup petunjuk spesifik untuk mencipatakan lingkungan belajar efektif merancang kurikulum menyampaikan isi memudahkan proses belajar di manapun dan apapun segala yang bersifat menyenangkan, enjoy, santai, dan meriah. Jadi belajar tidak harus di dalam kelas dan penataan yang khusus dan monoton, namun dimanapun tempatnya dan bagaimanapun formasinya, asalkan itu bisa menyenagkan dan bisa memberikan motivasi pada guru maupun peserta didik, itulah yang dinamakan quantum teaching. Adapun pengertian Quantum Teaching Menurut Bobby De Porter yaitu: “Quantum Teaching adalah konsep yang menguraikan cara-cara baru dalam memudahkan proses belajar mengajar, lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang diajarkan. Quantum Teaching menjadikan segala sesuatu berarti dalam proses belajar mengajar, setiap kata, pikiran, tindakan asosiasi dan sampai sejauh mana mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran. Sebagaimana ungkapan di atas, Colin Rose juga berpendapat bahwa Quantum Teaching adalah panduan praktis dalam mengajar yang berusaha mengakomodir setiap bakat siswa atau dapat menjangkau setiap siswa. Metode ini sarat dengan penemuan-penemuan terkini yang menimbulkan antusiasme siswa. Quantum Teaching menjadikan ruang-ruang kelas ibarat sebuah konser musik yang memadukan berbagai instrumen sehingga tercipta komposisi yang menggerakkan dari keberagaman tersebut. Sebagai guru yang akan mempengaruhi kehidupan murid, anda seolah-olah memimpin konser saat berada di ruang kelas. Pembelajaran Quantum Teaching memiliki asas utama: “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksud asas utama ini memberi pengertian bahwa langkah awal yang harus dilakukan dalam pengajaran yaitu mencoba memasuki dunia yang dialami oleh siswa. Cara yang dilakukan oleh seorang guru adalah dengan mengajarkan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat membawa mereka ke dalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. “Dunia Kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru. B. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Quantum Teaching Learning Dalam Pembelajaran Langkah-langkah penerapan pendekatan Quantum Teaching Leraning secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut: • Tahap Persiapan 1. Mempersiapkan kondisi belajar siswa dengan cara mengatur ruang kelas agar berbeda dengan kelas biasa dengan menata kursi berbentuk huruf U untuk memudahkan siswa melakukan kontak mata. 2. Menyiapkan musik yang lembut dipasang ketika siswa memasuki kelas. 3. Menciptakan kalimat sugestif positif untuk diberikan kepada siswa. • Tahap Pelaksanaan 1. Presentasi materi 2. Menggunakan kehidupan sehari-hari sebagai bahan pengantar. 3. Adanya interaksi dan umpan balik antara siswa dan guru. 4. Siswa mencatat materi pelajaran. 5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif. 6. Guru dan siswa bersemangat dalam kegiatan pembelajaran. • Tahap Evaluasi Selain itu ada juga langkah-langkah penerapan model Quantum Teaching yang mempunyai kerangka rancangan belajar dan dikenal sebagai TANDUR: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasi, Ulangi dan Rayakan, (DePorter, 2004:8-9). Berikut ini akan dijelaskan pengertian tersebut. 1. Tumbuhkan Merupakan tahap menumbuhkan minat siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan. Melalui tahap ini, guru berusaha mengikut sertakan siswa dalam proses belajar. Motivasi yang kuat membuat siswa tertarik untuk mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran. Tahap Tumbuhkan bisa dilakukan untuk menggali permasalahan terkait dengan materi yang akan dipelajari, menampilkan suatu gambaran atau benda nyata, cerita pendek atau video. 2. Alami Alami merupakan tahap ketika guru menciptakan atau mendatangkan pengalaman yang dapat di mengerti semua siswa. Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan awal yang telah dimiliki. Selain itu tahap ini juga untuk mengembangkan keingin tahuan siswa. Tahap alami bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan. 3. Namai Tahap namai merupakan tahap memberikan kata kunci, konsep, model, rumus atau strategi atas pengalaman yang telah diperoleh siswa. Dalam tahap ini siswa dengan bantuan guru berusaha menemukan konsep atas pengalaman yang telah dilewati. Tahap ini penamaan memacu struktur kognitif siswa untuk memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikan atas apa yang telah dialaminya. Proses penamaan dibangun atas pengetahuan awal dan keingin tahuan siswa saat itu. Penamaan merupakan saat untuk mengajarkan konsep kepada siswa. Pemberian nama setelah pengalaman akan menjadi sesuatu lebih bermakna dan berkesan bagi siswa. Untuk membantu penamaan dapat digunakan susunan gambar, warna alat bantu, kertas tulis dan poster dinding. 4. Demonstrasi Tahap Demonstrasi memberikan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan ke dalam pembelajaran yang lain dan ke dalam kehidupan mereka. Tahap ini menyediakan kesempatan siswa untuk menunjuk apa yang mereka ketahui. Tahap Demonstrasi bisa dilakukan dengan penyajian di depan kelas, permainan, menjawab pertanyaan dan menunjukkan hasil pekerjaan. 5. Ulangi Pengulangan akan memperkuat koneksi saraf sehingga menguatkan struktur kognitif siswa. Semakin sering dilakukan pengulangan pengetahuan akan semakin mendalam. Bisa dilakukan dengan menegaskan kembali pokok materi pelajaran, memberi kesempatan siswa untuk mengulang pelajaran dengan teman lain atau melalui latihan soal. 6. Rayakan Rayakan merupakan wujud pengakuan untuk menyelesaikan partisipasi dan memperoleh keterampilan dalam ilmu pengetahuan. Bisa dilakukan dengan pujian, tepuk tangan, bernyanyi bersama. C. Alasan Penting Menggunakan Pendekatan Quantum Teaching Learning Dalam Proses Pembelajaran Alasan penting menggunakan pendekatan quantum teaching learning dalam proses pembelajaran adalah: 1) Selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa 2) Dapat menumbuhkan dan menimbulkan antusiasme siswa 3) Adanya kerjasama 4) Menawarkan ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak dipahamisiswa 5) Menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri 6) Belajar terasa menyenangkan 7) Ketenangan psikologi 8) Motivasi dari dalam 9) Adanya kebebasan dalam berekspresi 10) Dapat menumbuhkan idialisme, gairah dan cinta mengajar oleh guru.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking